BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit malaria di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di Indonesia Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT, yang umumnya merupakan daerah mesoendemis sampai hiperendemis malaria. Di daerah – daerah tersebut penyakit malaria masih termasuk dalam sepuluh kelompok penyakit utama yang banyak menyerang masyarakat di pedesaan (Depkes RI, 2006)
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2010, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 % penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular penyakit malaria. Indonesia terdiri dari 293 kabupaten atau kota, 167 kabupaten atau kota merupakan wilayah endemis malaria (Depkes RI, 2006).
1 |
Berkaitan dengan pola penularan penyakit malaria, faktor penting lain yang juga mendukung tingginya kasus malaria adalah dukungan kondisi dan geografis wilayah setempat. Kondisi geografis NTT yang sangat kompleks terdiri dari tanah persawahan dan daerah pantai, sangat potensial menjadi breeding places (tempat perindukan) berbagai jenis spesies nyamuk anopheles. Adanya pengaruh suhu dan kelembaban yang tinggi juga menyebabkan kepadatan vektor (nyamuk) meningkat. Melihat kondisi tempat perindukan nyamuk yang sangat kompleks tersebut diatas, sudah dapat diprediksikan tingkat kepadatan vektor nyamuk cukup tinggi (Kristina,2001) .
Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk, dan sebenarnya merupakan suatu penyakit ekologis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria. Faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangbiakan nyamuk antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, ketinggian. Air merupakan faktor esensial bagi perkembang-biakan nyamuk. Karena itu dengan adanya hujan bisa menciptakan banyak tempat perkembangbiakan nyamuk akibat genangan air yang tidak dialirkan di sekitar rumah atau tempat tinggal. Nyamuk dan parasit malaria juga sangat cepat berkembang biak pada suhu sekitar 20-27oC, dengan kelembaban 60-80%. Karena itu iklim di NTT memiliki kondisi suhu dan kelembaban yang ideal untuk perkembangbiakan nyamuk dan parasit malaria.
Jumlah kasus malaria di Kabupaten Kupang pada tahun 2008 sebanyak 28,77%o, tahun 2009 sebanyak 29,57%o, dan kasus malaria tertingi yaitu pada tahun 2010 dengan jumlah 30,71%o.
Kelurahan Oesao yang juga merupakan daerah endemis malaria khususnya pada RW 001/RT 001 dengan angka kesakitan malaria pada tahun 2010 berjumlah 66,3%o. Tingginya kasus tersebut diakibatkan karena pada umumnya masyarakat tinggal disekitar persawahan yang merupakan tempat perindukan nyamuk Anopheles, sebagai vektor penyakit malaria (Puskesmas Oesao, 2011).
Diketahui bahawa tiap tahun adanya kasus malaria pada kelurahan Oesao kerena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria dan kondisi lingkungan yang tidak diperhatikan oleh masyarakat (puskesmas Oesao, 2011).
Menurut Depkes RI (1987), pengetahuan masyarakat Indonesia tentang malaria pada umumnya masih kurang sehingga kasus malaria terus meningkat. Oleh karena itu untuk mengurangi peningkatan penyebaran kasus malaria diperlukan pengetahuan dari masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria. Pendidikan dan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) tentang hidup sehat adalah hal yang penting terutama diterapkan dalam hidup agar tidak menjadi sakit sehingga dapat menjalankan aktifitas sebagaimana mestinya.
Dari uraian pada latar belakang diatas dan adanya data yang mendukung maka penulis ingin melakukan penelitian berjudul “ STUDI TENTANG PENGETAHUAN MASYARAKAT DAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPERAN DALAM KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN OESAO KABUPATEN KUPANG TAHUN 2011
B. Perumusan masalah
Bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat dan faktor lingkungan yang berperan dalam kejadian penyakit malaria di kelurahan Oesao Kabupaten Kupang
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat Pengetahuan Masyarakat dan faktor lingkungan yang berperan dalam kejadian penyakit Malaria di kelurahan Oesao khususnya RW 001/ RT 001
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat yang berperan dalam kejadian penyakit Malaria
b. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang meliputi lingkungan fisik, biologik dan sosial budaya yang berperan dalam kejadian penyakit malaria
D. Ruang lingkup
1. Lingkup sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah penderita penyakit malaria di mana yang menjadi responden adalah orang yang mampu menjawab setiap pertanyaan yang diberikan.
2. Lingkup lokasi
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kelurahan Oesao
3. Lingkup materi
Materi yang mendukung penelitian ini adalah faktor – faktor yang mendukung terjadinya malaria, pengetahuan, dan faktor lingkungan terhadap kejadian malaria dan pencegahannya.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi instansi terkait
Dapat menjadi masukan bagi puskesmas Oesao untuk meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pengetahuan masyarakat dan melihat kondisi lingkungan yang ada.
2. Bagi masyarakat
Agar masyarakat berperilaku sehat dan ditandai peran serta masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria.
3. Bagi peneliti
Sebagai penerapan ilmu dan pengetahuan khususnya tentang penyakit malaria.
4. Bagi institusi
Menambah kepustakaan tentang pengetahuan masyarakat dalam kejadian penyakit malaria dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit malaria
1. Pengertian
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (anopheles) betina, (WHO, 1981).
2. Siklus hidup parasit malaria
Setelah nyamuk anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (ekso-eritrositeer). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer), mulai membentuk troposoit muda sampai sizon tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit (Depkes RI,1999).
Merozoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk betina dan melanjutkan siklus hidup ditubuh nyamuk(Depkes RI,1999). .
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya dijaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada di dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi ditanam dijaringan hati disebut hiponesoit, bentuk hiponesoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang yang mengandung hiponezoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stress atau perubahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1-2 tahun yang sebelumnya pernah menderita plasmodium vivax/ovale yang sembuh plasmodium vivax/ovale (Depkes RI,1999)..
Pada plasmodium dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, peru, hati dan jantung yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi, sedangkan plasmodium vivax, ovale dan malariae tidak merusak organ tersebut (Depkes RI, 1999).
3. Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam.
Tabel 1.
Masa inkubasi parasit malaria
Parasit | Masa inkubasi (hari) |
Plasmodium falciparum | 9 – 14 (12 hari) |
Plasmodium vivix | 12 – 17 (15 hari) |
Plasmodium ovale | 16 – 18 (17 hari) |
Plasmodium malariae | 18 – 40 (28 hari) |
Sumber: modul penatalaksanaan kasus malaria,2009
Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8 – 10 bulan terutama pada beberapa strain plasmodium vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfuse darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai dua bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi (Chin, 2006, h. 374).
4. Cara penularan
Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif. Sebagian besar spesies menggigit pada senja hari dan menjelang malam. Beberapa vektor utama mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar di mana ribuan sporosoit dibentuk. Ini membutuhkan waktu 8 – 35 hari tergantung pada jenis parasit dan suhu lingkungan tempat di mana vektor berada. Sporosoit – sporosoit tersebut berpindah keseluruh organ tubuh nyamuk yang terinfeksi dan beberapa mencapai kelenjar ludah nyamuk dan disana menjadi matang dan apabila nyamuk menggigit orang maka sporosoit siap ditularkan.
Orang yang terinfeksi, sporosoit memasuki sel – sel hati dan membentuk stadium yang disebut skison eksoeritrositer. Sel – sel hati tersebut pecah dan parasit aseksual (merosoit jaringan) memasuki aliran darah, berkembang (membentuk siklus eritrositer). Umumnya perubahan dari troposoit menjadi skison yang matang dalam darah memerlukan waktu 48 – 72 jam, sebelum melepaskan 8 – 30 merosoit eritrositik (tergantung spesies) untuk menyerang eritrosit – eritrosit lain. Gejala klinis terjadi pada tiap siklus karena pecahnya sebagian besar skison – skison eritrosik. Di dalam eritrosit – eritrosit yang terinfeksi, beberapa merosoit berkembang menjadi bentuk seksual yaitu gamet jantan (mikrogamet) dan gamet betina (makrogamet).
Periode antara nyamuk yang terinfeksi dengan ditemukannya parasit dalam sediaan darah tebal disebut periode prepaten yang biasanya berlangsung antara 6 – 12 hari pada plasmodium falciparum, 8- 12 hari pada plasmodim vivax dan plasmodium ovale 12 – 16 hari pada plasmodium malariae (mungkin lebih singkat atau lebih lama). Penundaan serangan pertama pada beberapa strain plasmodium vivax berlangsung selama 6 – 12 bulan setelah gigitan nyamuk.
Gametosit biasanya muncul dalam aliran darah dalam waktu 3 hari setelah parasitemia pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, dan setelah 10 – 14 hari pada plasmodium falciparum. Beberapa bentuk eksoeritrosik pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale mengalami bentuk tidak aktif (hipnosoit) yang tinggal dalam sel – sel hati dan menjadi matang dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun yang menimbulkan relaps. Fenomena ini tidak terjadi pada malaria falciparum dan malaria malariae, dan gejala – gejala ini dapat muncul kembali sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat atau adanya infeksi dari strain yang resisten. Pada plasmodium malariae sebagian kecil parasit eritrosik dapat menetap bertahan selama beberapa tahu untuk kemudian berkembangbiak kembali sampai ketingkat yang dapat menimbulkan gejala klinis. Malaria juga dapat ditularkan melalui injeksi atau transfusi darah dari orang – orang yang terinfeksi atau bila menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi seperti pada pengguna narkoba. Penularan konginital jarang sekali terjadi tetapi bayi lahir mati. Berat badan lahir rendah dari ibu – ibu yang terinfeksi seringkali terjadi di daerah endemis tinggi (Chin, 2000, h. 370).
5. Gejala dan diagnose malaria
a. Gejala malaria
1) Gejala klasik
Ditemukan pada penderita yang berasal dari derah non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) atau yang pertama kali menderita malaria.
Gejala klasik merupakan suatu paroksisme, terdiri dari 3 stadium berurutan, yaitu:
a) Menggigil (15 – 60 menit)
Terjadi setelah pecahnya sizon dalam eritrosit dan keluar zat – zat antigenik yang menimbulkan menggigil / dingin.
b) Demam (2 – 6 jam)
Timbul setelah penderita menggigil, demam biasanya suhu sekitar 37,5 – 40o C, pada penderita hiper parasitemia ( > 40oC.
c) Berkeringat (2 – 4 jam)
Timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh, sehingga produksi keringat bertambah. Kadang – kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi.
6. Masa penularan
Nyamuk dapat terinfeksi apabila dalam darah penderita yang di isap oleh nyamuk masih ada gametosit. Keadaan ini bervariasi tergantng pada spesies dan strain dari parasit serta respons seseorang terhadap pengobatan.pada penderita malaria dengan plasmodium malariae yang tidak diobati atau tidak diobati dengan benar dapat menjadi sumber penularan selama 3 tahun.
Sedangkan untuk vivax berlangsung selama 1–2 tahun dan untuk malaria falciparum umumnya tidak lebih dari satu tahun nyamuk tetap infektif selama umur mereka. Penularan melalui transfusi darah dapat terjadi semasih ditemukan ada bentuk aseksual dalam darah. Untuk plasmodium malariae dapat berlangsung selama 40 tahun lebih. Darah yang disimpan di dalam lemari pendingin tetap infektif paling sedikit selama sebulan (Depkes RI,1999).
7. Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali terhadap mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan ada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk Anopheles berlangsung bertahun – tahun .
8. Cara pencegahan dan pemberantasan
Upaya pemberantasan penyakit malaria di daerah endemis didasarkan pada diagnosa dan pengobatan dini dengan obat dan upaya pencegahan yang tepat. Sesuai dengan situasi lokal. Pengobatan yang tepat dan dini mencegah kematian. Di daerah dengan transmisi rendah, pengobatan menurunkan tingkat transmisi. Di daerah transmisi tinggi di mana anak – anak merupakan kelompok resiko utama, maka institusi pelayanan kesehatan formal saja tidak cukup, dalam situasi seperti ini pengobatan harus didekatkan ke rumah. Resistensi obat juga menjadi masalah. Untuk falciparum dianjurkan pemakaian obat kombinasi termasuk penggunaan artemisin. Di daerah transmisi tinggi, pengobatan kepada anak-anak harus segera diberikan tanpa harus menunggu hasil laboratorium karena umumnya mereka adalah carrier (Chin2006).
a. Pencegahan berbasis masyarakat
1) Masyarakat perilaku hidup bersih dan sehat antara lain dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Gerakan kebersihan lingkungan ini dapat menghilangkan tempat – tempat perindukan nyamuk secara permanen dari lingkungan pemukiman. Air tergenang dialirkan, dikeringkan atau timbun. Saluran-saluran dikolam-kolam air dibersikan. Aliran air pada selokan dan parit-parit dipercepat
2) Sebelum di lakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida dengan efek residual terhadap nyamuk Dewasa. Lakukan setelah yang teliti terhadap bionomik dari nyamuk di daerah tersebut.
Telah bionomik ini perlu juga di lakukan di daearah di mana sifat-sifat nyamuk anopheles istirahat dan menghisap darah di dalam rumah (vektor yang endophilic dan endohagic).
b. Tindakan pencegahan perorangan
Bagi mereka yang melakukan ke daerah endemis malaria harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1) jangan bepergian antara senja dan malam hari karena pada saat itu umumnya nyamuk menggigit. Kenakan celana panjang dan baju lengan panjang dengan warna terang karena warna gelap menarik perhatian nyamuk.
2) Gunakan repelen pada kulit yang terbuka.
3) Tinggallah dalam rumah yang mempunyai konstruksi yang baik dan gedung yang terpelihara dengan baik yang terletak di bagian perkotaan yang paling maju.
4) Gunakan kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela, jika tidak ada tutuplah jendela dan pintu pada malam hari.
5) Jika tempat tinggal dapat di masuki nyamuk gunakanlah kelambu pada saat tidur (Chin, 2006).
9. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria
a. Kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah ditentukan oleh faktor – faktor berikut :
1) Faktor penyebab ( Parasit malaria)
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria, genus plasmodium. Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu :
a) Fase seksual
Siklus dimulai ketika nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit, disebut fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke dalam sel darah merah.lama fase ini berbeda untuk setiap spesies plasmodium. Pada akhir akhir fase ini, hati pecah, merozoit keluar lalu masuk ke dalam aliran darah. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit – skizon- merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk lalu sebagian berubah menjadi bentuk seksual
b) Fase aseksual
Saat nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Selanjutnya menjadi mikrogametosit dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet) yang kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar air liur nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia.
2) Faktor inang
Penyakit malaria mempunyai dua inang antara lain :
1) Manusia (intermediate host)
Faktor yang mempengaruhi antara lain : jenis kelamin (pada ibu hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat) imunitas, penghasilan, perumahan, pemakaian kelambu, dan obat anti nyamuk.
2) Nyamuk anopheles (defenitife host)
Nyamuk anopheles betina sebagai vektor penyebab menularnya penyakit malaria. Nyamuk ini membutuhkan genangan air yang tidak mengalir atau yang mengalir perlahan untuk meletakkan telur – telur nya, sebagai tempat untuk berkembang biak. Biasanya aktif mencari darah pada malam hari , ada yang mulai senja sampai tengah malam, ada juga yang mulai tengah malam sampai menjelang pagi hari (Depkes, 1999). Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 – 3 Km dari tempat perindukan. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum diketahui tetapi di .2004 )
b. Faktor lingkungan ( Environment )
1) Fisik
Suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu, makin panjang masa ekstrinsiknya. Hujan yang berselang dengan panas berhubungan langsung dengan perkembangan larva nyamuk (Depkes, 1999) Air hujan yang menimbulkan genangan air merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria bertambah sehinggah bertambah pula jumlah penularannya.
Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembapan 60 % merupakan batas paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembapan yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria.
2) Biologi
Tumbuhan semak, sawah, pohon bakau, lumut, ganggang merupakan tempat perindukan dan tempat – tempat peristirahatan nyamuk yang baik (Depkes, 1999).
3) Sosial budaya
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesadaran masyarakat memberantas malaria.
B. Pengetahuan
1. Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria
Pengetahuan masyatakat tentang penyakit malaria mempengaruhi pada proses penyebaran penyakit malaria karena masyarakat akan tidak peduli terhada penyakit malaria.
Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan memang merupakan faktor yang penting namun tidak mendasari pada perubahan perilaku kesehatan, walaupun masyarakat tahu tentang malaria belum tentu mereka mau melaksanakannya dalam bentuk upaya pencegahan dan pemberantasan.
Pengetahuan tentang penularan penyakit malaria tidak mengalami kenaikan, kecuali dalam hal cara mengobati penyakit malaria. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki oleh masyarakat sebelum intervensi karena sudah merupakan daerah yang telah banyak melakukan upaya penanggulangan penyakit malaria, seperti penyemprotan. Demikian pula dengan pengetahuan tentang pencegahan gigitan nyamuk juga hanya mengalami sedikit perubahan, sebelum intervensi masih cukup banyak masyarakat yang mengusir nyamuk dengan membakar daun kelapa (22.3%), akan tetapi setelah diadakan intervensi angka ini turun walaupun masih ada (10.4%).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rogers (1974) dikutip dari Purwanto, (1998) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :
a. Awarenees (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
b. Interest (merasa tertarik), yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
e. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan, mengidentifikasi dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil. Penelitian dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dengan penggunaan kata kerja membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
e. Sintesis (syntesis)
Suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru misalnya dapat memecahkan, merencanakan, meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penalaran terhadap materi atau obyek. Penalaran ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Menurut Best (1989) dan Anderson (1990) dikutip dari Syah (2002) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas 2 (dua) macam ditinjau dari sifat dan cara penerapannya
1) Pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan dan verbal.
2) Pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmani yang cenderung bersifat dinamis.
Menurut Best (1989) dikutip dari Syah (2002) mengatakan ditinjau dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan memori manusia terdiri atas dua macam :
a. Semantic Memory (memori semantik) yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
b. Episode memory (memori episodik) yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
C. Lingkungan Buruk dan Penyakit
Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan kesehatan manusia. Udara, air, tanah, dan hewan di lingkungan kita dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit. Apalagi jika tidak dikelola dengan baik.
Dinas Kesehatan unit Puskesmas menjelaskan pengertian sehat menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah keadaan yang seimbang baik mental, sosial, fisik, tanpa adanya kecacatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan di antaranya, pertama faktor agent atau disebut pula faktor penyebab penyakit dimana faktor ini yang menjadi penyebab dari pada adanya penyakit. Kedua faktor host yaitu manusia sebagai objek penyakit. Ketiga adalah faktor lingkungan dimana lingkungan adalah sebagai medianya.
Manusia dalam hal ini sebagai host atau objek dari suatu penyakit. Penyakit di dalam manusia sangat dipengaruhi oleh manusia itu sendiri. Bagaimana sikap atau perilaku manusia terhadap lingkungan. Agen yang bisa menyebabkan manusia itu bisa sakit terdiri dari dua macam yang pertama yang ada dalam tubuh manusia itu sendiri misalnya zat kimia indogent dan kedua adalah yang ada diluar tubuh manusia seperti zat kimia eksogent.
Jenis penyakit yang berbasis lingkungan diantaranya ISPA, TBC paru, Diare, Polio, Campak, Cacingan, malaria, Flu Burung, Pes, Antrax, DBD, Chikungunya, Malaria, filariasis.
“Beberapa faktor penghambat yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit tersebut adalah seperti pertama faktor kesadaran manusia terhadap kepentingan kesehatan dan perlakuan terhadap lingkungannya. Kedua faktor kepadatan penduduk yang cukup padat sehingga faktor penyebarannya akan sangat cepat. Ketiga faktor kultur atau kebiasaan atau kepercayaan yang merugikan, misalnya kebiasaan tidak memakan ikan padahal ikan merupakan sumber makanan yang cukup baik.
Dalam upaya pemberantasan atau pencegahan penyakit-penyakit berbasis lingkungan ini harus ditangani secara bersama-sama tidak bisa secara sendiri-sendiri. Maka dari itu diperlukan promosi kesehatan melalui berbagai media, baik cetak, elektronik, ataupun di pertemuan-pertemuan. Pengaturan lingkungan dengan system management lingkungan yang cukup baik diharapkan lingkungan akan sangat mendorong terciptanya lingkungan yang sehat, sehingga tidak menjadi sumber penyakit bagi manusia. Diadakannya perindungan secara khusus misalnya dengan adanya Imunisasi yang dilakukan secara rutin dan konsisten, serta pemulihan dan pelestarian lingkungan hidup.
Lingkungan mempunyai peran yang penting dalam penyebaran malaria lingkungan yang tempat nmyamuk yang sering di jadikan sebagai tempat bersarangnya adalah biasanya lembab serta ada kubangan air yang mengenang karena nyamuk penyebab malaria ini siklus hidupnya suka bertelur dan bersarang pada tempat-tempat tersebut. Masyarakat yang kurang memperhatikan sanitasi lingkungannya dapat menyebabkan vektor penyakit ini berkembang biak.
a) Lingkungan fisik,
Terdiri dari suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus air dan kadar garam. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimun berkisar antara 20 dan 30ºC. Makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk, pada kelembaban lebih tinggi menyebabkan aktifitas nyamuk menjadi lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
b) Lingkungan biologik,
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya, serta adanya tambak ikan juga akan mempengaruhi populasi nyamuk.
c) Lingkungan sosial budaya,
kebiasaan beraktifitas manusia untuk berada di luar rumah sampai tengah malam akan memudahkan nyamuk untuk menggigit, perilaku masyarakat terhadap malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi akan menyebabkan perubahan lingkungan yang menguntungkan malaria (Dinkes NTT,2003)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif karena penelitian ini akan mendeskripsikan pengetahuan masyarakat dan pengaruh faktor lingkungan terhadap kasus malaria di kelurahan Oesao. Rancangan penelitian adalah cross sectional study atau studi potong melintang, dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang termasuk efek di observasi sekaligus diteliti pada waktu yang sama (Notoadmojo,2005).
B.
1. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang malaria 2. Faktor lingkungan: a. Lingkungan fisik b. Lingkungan biologik c. Lingkungan sosial budaya |
Angka kejadian malaria: a. Waktu b. Tempat c. orang |
Variabel pengganggu tingkat ekonomi |
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
C. Variabel penelitian
1. Pengetahuan masyarakat Kelurahan Oesao tentang penyakit malaria
2. Faktor lingkungan yang mampengaruhi terjadinya malaria
D. Defenisi Operasional
Defenisi Operasional
Variabel Yang Diteliti Tahun 2011
No | Variabel | DO | Kriteria Objektif | Skala | Alat Ukur |
1. | Kejadian malaria | Suatu kejadian penyakit yang disebabkan plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles | | Nomial | Kuesioner |
2. | Pengetahuan masyarakat terhadap malaria | Tingkat pemahaman masyarakat serta pengetahuannya tentang penyakit malaria dimana yang menjadiresponden adalah orang yang mampu enjawab setiap pertanyaan yang diberikan . | - Baik apabila skor ≥ 80 – 100% - Cukup apabila skor 60 – 79% - Kurang skornya ≤ 59% | Ordinal | Kuesioner |
3. | Faktor lingkungan | Faktor-faktor yang berhuungan dengan kejadian malaria | - Baik apabila skor ≥ 80 – 100% - Cukup apabila skor 60 – 79% - Kurang skornya ≤ 59% | Ordinal | Kuesioner |
E. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalm penelitian ini adalah semua rumah khususnya di RW 001/RT 001, dengan jumlah 50 KK dan respondennya adalah orang yangdapat diwawancarai.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu sebanyak 50 KK.
F. Metode pengumpulan data
1. Pengumpulan data
a) Data primer ialah data hasil wawancara dengan daftar pertanyaan (kuesioner).
b) Data sekunder ialah data yang diperoleh dari puskesmas dan juga dari pencatatan dan pelaporan dari instansi pemerintah.
G. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan berbagai tahap yaitu :
1. Editing
Meneliti data dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut cukup baik untuk proses penelitian selanjutnya.
2. Tabulasi
Data yang diperoleh kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3. Prosesing
Dilakukan dengan menggunakan komputer.
H. Analisa data
Data yang dikumpulkan akan dianalisa secara deskriptif yaitu data pengetahuan dan faktor lingkungan dari kuisioner dan cek list dihitung besar persentasenya dan ditarik kesimpulannya tentang tingkat pengetahuan dan faktor lingkungan terhadap kejadian malaria.
Tabel 3
Scoring penilaian terhadap pengetahuan masyarakat Kelurahan Oesao tentang penyakit malaria
No | Item Pertanyaan | Nilai / Skor | |
Benar | salah | ||
I. pengetahuan tentang penyebab penyakit malaria | |||
1 | Defenisi penyakit malaria | 1 | 0 |
2 | Penyebab penyakit malaria | 1 | 0 |
3 | Penularan penyakit malaria | 1 | 0 |
4 | Tempat berkembangnya nyamuk penular malaria? | 1 | 0 |
5 | Tanda-tanda atau gejala malaria | 1 | 0 |
6 | Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit malaria | 1 | 0 |
II.Pengetahuan tentang pencegahaan malaria | |||
1 | Pertolongan pertama yang diberikan untuk penderita malaria | 1 | 0 |
2 | cara menghindar atau mengurangi gigitan nyamuk malaria | 1 | 0 |
3 | cara yang dilakukan untuk menghindari agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah | 1 | 0 |
4 | pencegahan perkembangbiakan nyamuk Anopheles | 1 | 0 |
5 | Tujuan di pasang kawat kasa/ jarring | 1 | 0 |
6 | Penggunaan kulambu | 1 | 0 |
III.Pengetahuan tentang pemberantasan penyakit malaria | |||
1 | cara untuk membunuh nyamuk dewasa yang berterbangan didalam rumah | 1 | 0 |
2 | kegiatan yang dilakukan untuk memberantas sarang nyamuk didalam rumah | 1 | 0 |
3 | cara yang dilakukan untuk menghilangkan genangan air | 1 | 0 |
4 | cara yang tepat untuk pemberantasan jentik nyamuk anopheles | 1 | 0 |
5 | pemberantasan sarang nyamuk | 1 | 0 |
Total | 17 | 0 |
Baik = 13 – 17
Cukup = 6 – 12
Kurang = 1 – 5
Tabel 4
Scoring penilaian terhadap faktor lingkungan kelurahan Oesao tentang penyakit malaria
No | Pertanyaan | Benar | Salah |
Dalam rumah | |||
1 | Menggunakan kelambu pada saat tidur | 1 | 0 |
2 | Ventilasi rumah penderita di pasang kawat kasa | 1 | 0 |
3 | Keadaan dalam rumah penderita becek | 1 | 0 |
4 | Keadaan rumah penderita selalu kering dan tidak terdapat tempat yang lembab | 1 | 0 |
5 | Pencahayaan cukup | 1 | 0 |
Luar rumah | |||
1 | Rumah penderita berjauhan dengan kandang ternak | 1 | 0 |
2 | Disekitar rumah penderita terdapat genangan air | 1 | 0 |
3 | Didekat rumah penderita terdapat sungai / kali / danau | 1 | 0 |
4 | Penderita tinggal di dekat daerah persawahan | 1 | 0 |
| Total | 8 | 0 |